MENERACA HUKUM POLIGAMI SUNNAH ATAU MUBAH

Oleh : Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H.

Wakil Ketua Pengadilan Agama Sidoarjo

Pendahuluan

Ketika masih di Sekolah Dasar atau di Madrasah Ibtidaiyah, guru agama kita menerangkan, “Sunah” adalah suatu perbuatan apabila dikerjakan mendapatkan pahala, apabila ditinggalkan tidak berdosa. Pengetahuan yang dasar tersebut, justru menjadi basis pemahaman kita, bahwa sesuatu perbuatan kalau dikatakan sebagai sunnah, mempunyai nilai baik, positip (plus) dan terhormat, paling tidak condong ke arah kebaikan dan berpahala.

Ketika mengkaji kitab-kitab fikih, kita menemukan pernyataan bahwa hukum poligami itu sunnah. Sehingga telah cammon lawbagi kita bahwa pologami itu baik, positif bahkan berpahala. Karenanya dalam perspektif fikih, sunah berarti tindakan yang baik untuk dilakukan. Suami yang tidak berani berpoligami imannya lemah, bahkan mungkin dinilai martabat dan kedudukannya  rendah. Karenanya poligami sering dipakai sebagai tolok ukur keislaman seseorang; Semakin lantang seseorang menyuarakan dan melakukan poligami dianggap semakin tinggi poisisi keagamaannya. Semakin bersabar seorang istri dimadu atau menjalani sebagia istri kedua, ketiga, atau keempat dinilai semakin tinggi kualitas imannya, Karenanya kaum ibu sering dinina bobokan dengan kata-kata, “wanita yang rela dimadu adalah calon penghuni sorga”. Bahkan ada sinyalemen seorang untadz pemangku pesantren belum  kiai betulan jikalau belum berpoligami.


selengkapnya KLIK DISINI